Siang itu mentari keras bertarung dengan awan hitam, sang raja siang belum mau kekuasaannya direbut oleh si penetes hujan. Meski hujan sempat mengguyur dan membasahi seluruh isi bumi, tapi mentari lebih digdaya untuk merajai siang dan mengeringkan lagi setiap bagian yang disentuh oleh hujan. Terik mentari benar-benar membuat setiap orang bersembunyi menghilangkan rimbanya.
Di depan teras rumah sambil bersandar dan memandang langit, Diva membayangkan sesuatu yang pernah dia alami tempo waktu. Suatu hal yang membuatnya tau apa itu etika, apa itu semangat, dan apa itu perjuangan. Suatu hari ketika dirinya harus babak belur dihantam binatang baja. Suatu peristiwa ketika dia melupakan restu Orang tua. Sembari tersenyum meski kadang air mukanya kecut, Diva membayangkan lagi bagaimana proses peristiwa itu terjadi.
Diva adalah remaja lima belas tahun yang dilahirkan untuk selalu berperang dalam meraih mimpinya. Kakinya yang rawan dulu, sekarang kuat bak baja bahkan besi akan bengkok apabila bertabrakan dengannya. Sejak lima tahun, Diva sangat mencintai dunia sepak bola. Mimpinya cukup besar, yakni membawa Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam gelaran Piala Dunia, mengingat Negaranya memang selalu sulit untuk lolos kualifikasi dan bertarung di gelaran akbar empat tahunan itu. Semangat untuk mewujudkan mimpinya, pernah membuat Diva tertampar dan jatuh hampir tak mampu bangkit lagi.
Siang itu setelah sholat Jumat, tatkala mentari membakar hangus seluruh permukaan bumi. Diva yang masih berusia sembilan tahun terlihat bimbang dan tergesa. Tingkah lakunya dinahkodai oleh ragu dan semangat yang menggebu-gebu. Diva sedang bersiap untuk mengikuti latihan sepak bola beserta teman-temannya. Tiga hari yang lalu, ada seorang pelatih dari desanya yang mengajak anak-anak seumuran Diva untuk latihan sepak bola. Pelatih itu menuturkan bahwa latihan yang dia adakan gratis tanpa pungutan biaya apapun, setiap anak hanya perlu membawa uang dua ribu rupiah untuk membeli air minum. Latihan diadakan di lapangan rumput SMPN 1 Bumijawa pukul 13.30 WIB. Mendengar hal yang sangat menggiurkan, membuat Diva berteriak “iya” sekencang-kencangnya.
Dengan sepatu baru yang dibelikan Ibunya, dan raganya yang dibalut kaos merah gambaran semangatnya, Diva berlari meninggalkan rumah serta mulai mengumpulkan teman-temannya. Kakinya berlari kian kemari menerjang batu, menggilas paku. Setelah semuanya berkumpul, Diva dan teman-teman berangkat menuju SMP. Diantara yang lainnya, Diva dan Eki adalah bocah yang paling bersemangat mengikuti latihan. Diva dan Eki memang sepasang saudara yang kemana-mana memupuk mimpi mereka bersama, bergandeng tangan melompati halang rintang, saling merangkul menerjang badai tuhan yang tak kunjung hilang. Sesampainya mereka di SMP dan menengok keadaan lapangan rumput, yang mereka lihat bukanlah alat-alat untuk latihan sepak bola tapi tongkat dan tali beserta siswa SMPN 1 Bumijawa yang sedang mengikuti ekstrakurikuler Pramuka. Hati mereka sangat kecewa saat itu, terlebih Diva dan Eki yang merasa sangat dihianati. Mereka tidak langsung pergi meninggalkan lapangan, melainkan duduk di tepi jalan menunggu barangkali Pelatih datang.
Setelah cukup lama menunggu, Pelatih ternyata tidak datang juga. Mereka langsung bergegas pulang dengan perasaan kecewa, terkecuali Diva dan Eki. Mereka berdua masih belum mau pulang, masih mau menunggu, masih mau memastikan, masih bersemangat. Tapi akhirnya mereka undur diri juga. Dengan masih memakai sepatu bola, mereka berdua menyusuri jalan pulang. Tiba-tiba tanpa lihat kanan kiri, Diva berlari menyeberang. Dan akhirnya, “Brakkk” Diva diterjang seekor binatang baja. Karena bajunya menyangkut pada salah satu bagian motor, Diva tak hanya ditabrak juga ditarik sejauh 10 m ke arah timur.
“Divaaaaaaaaaaa” Eki berteriak mengikuti Diva yang tertarik oleh motor.
“Ada apa, ada apa?” Tanya siswa yang mengikuti ekstra Pramuka
“Diva, itu Divaaaa” teriak Eki lagi sembari menangis menunjuk ke arah Diva
“Ya Allahhh” semua yang melihat terkejut.
Tiba-tiba saudaranya Diva yang bernama Bu Kho berlari dari arah barat,
“Toloonggggg!” Bu Kho berteriak mendramatisir keadaan
“Toloongggggggg!” sekali lagi Bu Kho berteriak dengan nada yang lebih lantang
Kemudian Bu Kho langsung berlari menuju rumah Diva, memberi tahu Ibu Diva kalau anaknya porak poranda, berdarah dan penuh luka. Di sisi lain, Diva sedang digendong orang yang menabraknya. Dengan penuh rasa tanggungjawab orang itu bertanya-tanya mencari Puskesmas. Sementara Diva hanya terdiam dan tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia menyadari bahwa dirinya tak sempat meminta restu dan izin Ibunya karena terlalu tergesa-gesa untuk mengikuti latihan. Akhirnya Diva sampai Puskesmas juga, dan langsung segera ditangani oleh para Perawat.
Kemudian Ibu Diva beserta keluarga lainnya datang dengan penuh peluh. Air mata mengalir lantaran takut putranya kenapa-kenapa. Namun nyatanya Diva memang anak yang kuat, bahkan dia masih sempat tersenyum ketika melihat Ibunya. Sayang dia tak sempat meminta maaf kepada Ibunya, karena dirinya memang belum sanggup bicara.
Raga yang terkulai lemas membuat banyak orang khawatir, mereka takut ada patah tulang. Tapi nyatanya tidak ada masalah dengan tulang, hanya saja sekujur tubuhnya yang penuh luka membuat Diva tidak leluasa bergerak. Setelah sanggup berbicara, Diva meminta maaf kepada Ibunya dan dia menceritakan apa yang terjadi sampai-sampai Diva bisa tertabrak sepeda motor.
Peristiwa tersebut membuat Diva percaya bahwa restu Orang tua sangat penting dalam hidupnya. Apalagi restu Ibunya. Karena memang Ridho Allah tergantung Ridho Ibu.
Diva tersenyum lebar karena bisa mengingat semuanya. Diva memang pernah bermimpi menjadi pemain sepak bola profesional dan membawa Indonesia ke Piala Dunia. Tapi mimpi itu akan sulit terwujud. Diva sadar bahwa dia masih punya mimpi lain yang juga perlu diperjuangkan. Diva tidak pernah melupakan sepak bola, terlebih tahun 2022 Indonesia untuk pertama kalinya akan lolos di Piala Dunia.
Diva lantas bergegas masuk rumah karena awan hitam kali ini memenangkan pertarungan dan berhasil meneteskan hujan.
0 Komentar