Halo, lama tak jumpa. Ternyata niatku belum sekuat itu untuk bisa menulis di blog ini tiap hari, bukannya terlalu sibuk, tapi memang malas dan tidak mau ribet saja orangnya. 

Hari ini aku ingin sedikit menuai curahan hati, jadi memang ada alasan untuk aku menulis sesuatu di blog ini. Ya, aku mau curhat. Tapi sebelumnya aku mau tanya dulu ke teman-teman, kalian pernah bingung tidak sih mau menempatkan diri antara sebagai manusia atau seorang anak yang terikat dengan orang tuanya? Biasanya pertanyaan seperti ini muncul ketika kita sedang ada masalah dengan orang tua, atau mungkin habis mengundang amarah ibu bapak. 

Aku sendiri bingung, kapan harus menjadi manusia yang punya pandangan sendiri dan kapan harus menjadi seorang anak yang patuh pada inangnya. Terkadang kian bertambahnya usia, setelah bertemu dengan banyak hal baru, pola pikir kita bergerak melakukan perubahan. Hal-hal yang biasanya kita iyakan saja, menjadi merepotkan dan harus selesai dengan penuh pertimbangan. Pandangan hidup kita menjadi sangat variatif, tidak heran jadinya kalau harus berbeda dengan pandangan hidup orang tua tentang kita. 

Kita terlahir di dunia bukan sekadar tiba-tiba lahir saja, tentunya ada niat dari ibu dan bapak untuk memiliki kita. Kemudian ibu senantiasa mengandung kita, menikmati hidup dengan begitu banyak pantangan. Tidak boleh ini, tidak boleh itu dituruti dengan alasan hal baik untuk kita. Setelah ribuan kerepotan yang kita berikan terselesaikan, ada pertaruhan hidup dan mati yang dihadapi ibu untuk melahirkan kita. Percaya tidak percaya ibu memang manusia paling kuat, apalagi untuk anaknya. Kita pada akhirnya sampai ke dunia, tumbuh dan memahami banyak hal, termasuk perjuangan ibu sampai akhirnya melahirkan kita. Dari pemahaman-pemahaman itu, kemudian kita berpikir harus menjadi anak yang patuh terhadap ibunya. Namun yang terjadi di lapangan adalah apa yang tidak pernah kita pikirkan, sangat sulit sekali rasanya patuh terhadap orang tua, padahal sudah darimana saja ajakan untuk berbakti kita terima. Ujung-ujungnya kita harus berpikir lebih keras lagi tentang bagaimana cara yang benar untuk berbakti kepada orang tua. 

Dibalik kebingungan mengenai cara berbakti, akan ada masalah baru yang muncul, yaitu jalan pikiran kita atau cara pandang kita. Semakin lama kita hidup di dunia, akan semakin banyak teori yang kita dapatkan, entah dari buku yang kita baca, acara televisi yang kita tonton, ataupun musik yang kita dengarkan. Setelah banyak sekali teori yang kita dapat, didukung mental yang kian kuat, bukannya patuh kita justru semakin menentang orang tua. Seakan-akan hidup kita ya hidup kita sendiri, tidak usah ikut campur, kita bisa berjalan sendiri. Pandangan kita terhadap orang tua menjadi buruk, mereka kita anggap manusia yang tertinggal, dan kurang berpikiran terbuka. Menyedihkan sekali memang, tapi itu terjadi, kita sendiri yang melakukannya. Lama kelamaan, karena kita adalah seorang anak, kita tetap akan menyesal. Apalagi orang tua sudah mulai sumpah serapah. Hal-hal menakutkan terbayang pagi, siang, malam. Penyelesaiannya adalah kita kembali berpikir untuk memperbaiki diri dan mencoba berbakti, alasannya agar kita baik-baik saja di masa depan. Entah kenapa kita bisa seserakah itu, bahkan kepada orang tua kita sendiri. Sampai kapan kita akan terus begini? Sampai kapanpun selagi kita seorang anak. Aku menulis ini juga bukan berarti sudah bisa memperbaiki, justru sangat haus terhadap solusi. Menurutku memang berbakti itu tidak mudah.