Lamunan ialah gemintang
Ketenangan serupa rembulan
Rehat bersanding angin yang ditiup pelan
Tapi, ujung malam itu selalu dingin

Tujuh tahun yang lalu,
Malam menjelma sangku
Melukiskan ria yang hampir sempurna
Sampai kemudian dewa yunani turun bersenjata angkara
Membuat ujung malam di Roma menjadi terlalu dingin

Malam beserta intensinya tak pernah kehilangan peran,
Enam tahun lalu, 
Tiga tusukan falcata menumpas pasukan merah
Membuat malam terasa sedikit hangat,
Namun naas, pojok penderitaan tampak lebih menggoda
Sehingga ujung malam di Merseyside menjadi begitu dingin

Siang selalu beralih malam,
Bahkan selagi dunia tidak baik-baik saja,
Meski akhirnya hal buruk menjadi lebih buruk
Radang menjadi kronis
Pilu berubah depresi
Palu funky bavaria menjadi terlalu kokoh
Dan ujung malam di Katalan menjadi delapan kali lebih dingin

Empat tahun silam,
Harapan itu kembali
Api yang hampir padam dipaksa berkobar
Kesengsaraan menjadi ujung tombak terakhir
Langit menangis darah
Sampai ujung malam di Paris membuat belulang merintih

Rembulan sang simbol pengharapan pergi,
Meninggalkan air mata,
Mengguyur habis gairah tempur,
Menyisa bangkai nan berlagak kuasa
Memancing elang yang haus darah
Mencipta ujung malam paling menyakitkan di Barcelona

Cahaya gemintang memapah derita
Pelan-pelan bangkai beregenerasi
Entah keharusan atau apa,
Simbol kesengsaraan itu kembali berperang
Meski ujungnya dipecundangi setan merah
Dan membuat ujung malam di Manchester sama dinginnya

Akhirnya adalah hari ini,
Malam menampilkan karismanya
Seakan mengisyartkan bahwa penderitaan segera berakhir
Padahal terlalu terang berujung menyilaukan
Dan terlalu berharap berujung tak bisa diharapkan
Tepat di jantung malam ini, 
Seorang berdarah Mauratinia, memukul telak pengharap dengan senyum satirnya
Memberi keyakinan,
Bahwa ujung malam itu selalu dingin