Day 3

Mataku tak berat minggu ini. Tak seperti biasanya, semua kantuk telah ku selesaikan semalam. Sejak pagi saja aku sudah menjadi orang paling bersemangat, ini seperti aku tiga empat sampai lima tahun lalu.  Sewaktu kakiku sudah bersenjata sejak pagi buta. Tapi kali ini mungkin maksudku berbeda, aku ingin membebaskan diriku dari kamar yang sedari dua hari yang lalu menjadi tempatku menaruh perasaan tak elok. Aku ingin mengisi ulang isi kepalaku dengan udara pagi, dengan gambaran karya Tuhan yang luar biasa indah kala pagi,  dengan senyum sapa tiap orang yang akan kutemui. Berlari di pagi ini lebih berarti daripada pelarian dalam hidup yang selama ini kutekuni. Meski aku selalu percaya bahwa dunia tak pernah baik-baik saja, tapi udara pagi selalu menjelaskan bahwa semua yang bernyawa berhak bahagia. Mengulang kebiasaan yang sudah tak biasa memang merepotkan, tiap tuas di kakiku rasanya tak terangkai dengan baik, nafasku ditarik ulur cepat tak teratur, bahkan keringat membuatku kuyup. Langit cepat cerah, aku enggan melawan mentari yang mulai digdaya, belum satu jam di jalan aku sudah memutuskan pulang. Aku sudah berdamai dengan bapak dan ibu, rumah jadi tempat yang paling nyaman lagi bagiku. Jadi kalau mau lebih nyaman, ya aku harus membuatnya tak terlihat berantakan. Minggu ini aku menyibukkan diri untuk membantu bapak dan ibu beres-beres rumah. Alay sekali memang kesannya. Tapi memang begitu kok. Siang di minggu ini rampung  dengan menyenangkan, meski aku harus sekali lagi menjadi anak mamah yang kemana saja mengikuti ibuku pergi. Biarlah, aku mencoba memperbaiki diri, walaupun mungkin cuma alibi. Siang ini memang selesai dengan menyenangkan, aku menutupnya dengan lelap lagi. Tapi udara sore seusai hujan mengingatkanku akan senin yang menyebalkan.

Tak usah aku, kamu, bahkan kebanyakan dari kalian juga menganggap Senin menyebalkan bukan? Bagaimana tidak, setelah hari ini yang luang dan menyenangkan kita harus kembali pada kenyataan yang merepotkan. Apalagi aku. Aku yang sedang tidak baik-baik saja, sangat membenci Senin, ada berbagai kemungkinan buruk tentang Senin di kepalaku. Aku takut reputasiku dipermainkan di depan banyak orang, aku takut tatapan ramah berubah menjadi tatapan jijik, aku takut salam sapaan menjadi kata cacian, aku benci Senin yang akan tiba. Sore sampai malam tiba dan selesai hari ini masih sama dengan sebelumnya, tidak ada yang membuatku tenang. Sama sekali tidak. Semuanya pilu. Masih pilu.

 

Minggu, 13 November 2022